Siklus Hidup Pengembangan Perangkat Lunak (SDLC)

 

A.    Software Development Life Cycle (SDLC)

Software Development Life Cycle (SDLC) adalah sebuah proses sistematis dalam pengembangan perangkat lunak yang mencakup serangkaian tahapan yang harus dilakukan untuk memastikan perangkat lunak yang dihasilkan berkualitas, sesuai dengan kebutuhan pengguna, dan dapat digunakan secara optimal.

SDLC digunakan untuk merancang, mengembangkan, menguji, dan memelihara perangkat lunak dengan pendekatan yang terstruktur. Dengan menggunakan SDLC, tim pengembang dapat mengelola proyek secara lebih efisien, mengurangi risiko kesalahan, dan memastikan bahwa perangkat lunak dapat memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan.

B. Model Waterfall

1.    Pengertian Model Waterfall

Model Waterfall atau Model air terjun  adalah pendekatan klasik dalam pengembangan perangkat lunak yang menggambarkan metode pengembangan linier dan berurutan. Ini terdiri dari lima hingga tujuh fase, setiap fase didefinisikan oleh tugas dan tujuan yang berbeda, di mana keseluruhan fase menggambarkan siklus hidup perangkat lunak hingga kepengirimannya. Setelah fase selesai, Langkah pengembangan selanjutnya mengikuti dan hasil dari fase sebelumnya mengalir ke fase berikutnya.

a.       Analisis Kebutuhan (Requirements Analysis): identifikasi kebutuhan pengguna dan pemangku kepentingan, serta menganalisis dan mendokumentasikan persyaratan fungsional dan non-fungsional yang harus dipenuhi oleh sistem yang akan dikembangkan. 

b.      Desain (Design): Setelah persyaratan dikumpulkan, tahap desain dimulai. Ini melibatkan merancang arsitektur sistem dan menguraikan bagaimana sistem akan berfungsi, termasuk desain antarmuka pengguna dan struktur data yang diperlukan.

c.       Implementasi (Implementation): kode perangkat lunak sebenarnya ditulis berdasarkan desain yang telah disetujui. Ini adalah tahap di mana seluruh fungsionalitas sistem diterjemahkan menjadi kode komputer yang dapat dieksekusi. 

d.      Pengujian (Testing): melibatkan pengujian fungsionalitas, kinerja, keamanan, dan kompatibilitas sistem untuk memastikan bahwa perangkat lunak berfungsi sesuai yang diharapkan dan memenuhi standar kualitas yang ditetapkan. 

e.       Pemeliharaan (Maintenance): Setelah perangkat lunak diluncurkan, tahap pemeliharaan dimulai. Ini melibatkan perbaikan bug, pembaruan perangkat lunak, dan peningkatan fitur sesuai dengan umpan balik pengguna dan perubahan kebutuhan.

2.      Kelebihan Model Waterfall

a)      praktis, prosesnya sederhana dan terstruktur.

b)      metode ini adalah model pengembangan yang handal dan paling lama digunakan para developer.

c)      cocok untuk membuat software dengan skala besar .

d)     pengerjaan proyek sistem akan mudah dikontrol dan terjadwal dengan baik 

3.      Kekurangan Model Waterfall

a)    persyaratan sistem harus digambarkan dengan jelas.

b)   rincian proses harus benar-benar jelas dan tidak boleh berubah.

c)    sulit untuk beradaptasi jika ada perubahan spesifikasi pada suatu tahapan pengembangan.

d)   Kurang fleksibel, Jika ada kesalahan di tahap awal, perbaikannya sulit.

C. Model lteratif dan Spiral

1. Model Iteratif 

Metode ini menggunakan model prototyping dan cocok untuk pengembangan perangkat lunak dengan persyaratan yang terus berkembang. Iterative model dimulai dengan implementasi sederhana dari sebagian persyaratan, kemudian secara bertahap (iteratif) dikembangkan hingga sistem siap diimplementasikan sepenuhnya.

Setiap iterasi mencakup modifikasi desain serta penambahan fitur baru, memungkinkan sistem berkembang secara bertahap. Pendekatan ini bertujuan untuk membangun perangkat lunak melalui siklus berulang (iteratif) dalam porsi kecil (incremental) hingga mencapai versi akhir yang stabil.

 

Pengembangan Berulang dan Inkremental adalah kombinasi dari desain iteratif dan model incremental, di mana lebih dari satu iterasi dari siklus pengembangan perangkat lunak dapat berlangsung secara bersamaan. Metode ini sering disebut sebagai "akuisisi evolusi" atau "pendekatan inkremental membangun", karena sistem dikembangkan secara bertahap dengan peningkatan berulang.

a.    Kelebihan

1.  Umpan balik pengguna lebih cepat (Pengguna dapat mencoba sistem yang sudah dikembangkan dan memberikan masukan).

2.  Keterlibatan pengguna lebih intens (Partisipasi aktif pengguna berdampak positif pada pengembangan).

3.  Pembuatan prototipe lebih cepat (Prototype dapat dibangun dalam waktu singkat).

4.  Kesalahan dapat dideteksi lebih awal (Dengan prototipe, kesalahan atau kekurangan dalam pengembangan bisa segera diidentifikasi dan diperbaiki).

b.    Kekurangan

1.    Perubahan persyaratan yang terus-menerus (Bisa menyebabkan revisi berulang dan memperlambat pengembangan).

2.    Pembengkakan anggaran(Iterasi tambahan bisa meningkatkan biaya proyek).

3.    Tidak cocok untuk proyek kecil (Proyek berskala kecil lebih efisien dengan metode lain).

4.    Kompleksitas manajemen (Mengelola banyak iterasi bisa menjadi tantangan).

5.    Masalah arsitektur sistem (Perubahan terus-menerus bisa berdampak pada stabilitas arsitektur).

6.    Tidak bisa menentukan tanggal penyelesaian pasti (Perubahan iteratif membuat estimasi waktu sulit dilakukan).

7.    Peningkatan fitur yang tidak diinginkan (Bisa terjadi scope creep (fitur tambahan yang tidak direncanakan)).

8.    Perubahan tak terduga (Membutuhkan fleksibilitas tinggi dalam pengelolaan proyek).

2. Model Spiral

Model Spiral adalah metode pengembangan perangkat lunak yang menggabungkan elemen dari model prototyping dan model waterfall. Model ini dirancang untuk mengelola risiko dalam proyek yang berskala besar, mahal, dan kompleks.

Model ini tidak memiliki tahapan yang tetap, seperti spesifikasi atau perancangan dalam Waterfall. Sebaliknya, setiap putaran dalam spiral merepresentasikan fase tertentu dari proses pengembangan perangkat lunak. Oleh karena itu, model ini sering disebut Spiral Boehm, berdasarkan pengembangnya, Barry Boehm.

Setiap putaran dalam spiral memiliki tujuan tertentu, dimulai dari kelayakan sistem, diikuti oleh definisi kebutuhan, perancangan sistem, implementasi, dan seterusnya hingga perangkat lunak siap digunakan.

a.       Tahapan dalam Model Spiral

Model Spiral terdiri dari lima tahapan utama, yaitu:

1.      Tahap Koordinasi

Bertujuan untuk menyelaraskan pemahaman antara semua pihak yang terlibat, seperti:

·       Pengembang

·       Manajer proyek

·       Klien

·       Pemangku kepentingan lainnya

2.      Tahap Perencanaan

Merancang strategi pengembangan perangkat lunak, termasuk:

·       Anggaran proyek

·       Jadwal

·        pengerjaan

·       Sumber daya yang dibutuhkan

·       Teknologi yang akan digunakan

3.      Tahap Analisis Risiko

Mengidentifikasi dan memitigasi risiko yang dapat menghambat pengembangan perangkat lunak, seperti:

·       Teknologi yang tidak sesuai

·       Keterlambatan jadwal proyek

·       Perubahan kebutuhan klien

·       Masalah teknis lainnya

4.      Tahap Rekayasa (Engineering)

Melibatkan desain dan implementasi perangkat lunak berdasarkan spesifikasi yang telah dibuat sebelumnya. Aktivitas utama dalam tahap ini:

·       Menulis kode program

·       Membangun sistem

·       Mengintegrasikan berbagai komponen perangkat lunak

5.      Tahap Evaluasi

Setelah perangkat lunak dikembangkan, dilakukan evaluasi untuk memastikan bahwa sistem berfungsi dengan baik. Aktivitas utama dalam tahap ini:

·       Pengujian perangkat lunak

·       Validasi hasil

·       Perbaikan bug atau kesalahan yang ditemukan

a.       Kelebihan

1.    Proyek dengan banyak risiko yang tidak diketahui terjadi saatpengembangan berlangsung.

2.    Model spiral sangat bagus diterapkan dalam proyek besar dan kompleks,

3.    Perubahan permintaan dalam kebutuhan pada fase selanjutnya dapat digabungkan secara akurat dengan menggunakan model ini,

4.    Lebih mudah dalam melakukan estimasi biaya karena proses pembuatan prototype yang jelas dan terencana dalam tahapan yang sistematis,

5.    Dapat menampung feedback yang diberikan oleh klien

b.      Kekurangan

1.    Model Spiral jauh lebih kompleks daripada model SDLC lainnya,

2.    Model Spiral tidak cocok untuk proyek kecil karena mahal,

3.    Keberhasilan penyelesaian proyek sangat tergantung pada Analisis Risiko,

4.    Tanpa ahli yang sangat berpengalaman, pengembangan proyek menggunakan model ini akan gagal,

5.    Tidak cocok dan sulit diimplementasikan dalam projek kecil.

D. Metodologi Agile (scrum, kanban, extreme programming)

Agile adalah pendekatan pengembangan perangkat lunak yang fleksibel dan adaptif terhadap perubahan. Agile lebih menekankan pada kolaborasi tim, iterasi yang cepat, serta umpan balik dari pengguna agar perangkat lunak dapat berkembang secara bertahap dan sesuai dengan kebutuhan yang berubah-ubah.

1. Scrum

Scrum adalah salah satu metodologi Agile yang menggunakan kerangka kerja berbasis

sprint (periode pengembangan singkat, biasanya 1-4 minggu) untuk mengembangkan perangkat lunak secara bertahap. Tim dalam Scrum memiliki peran utama seperti Product Owner (bertanggung jawab atas visi produk), Scrum Master (memfasilitasi proses Scrum), dan Development Team (pengembang yang mengerjakan tugas sprint). Scrum sangat efektif dalam menangani proyek yang dinamis dan sering mengalami perubahan kebutuhan.

2. Kanban

Kanban adalah metode Agile yang berfokus pada visualisasi alur kerja dengan menggunakan papan tugas. Setiap tugas dipindahkan dari satu tahap ke tahap berikutnya sesuai dengan kapasitas tim. Kanban memungkinkan pengembang mengatur prioritas pekerjaan tanpa sprint yang terikat waktu, sehingga lebih fleksibel untuk perubahan yang mendadak.

3. extreme programing(XP)

Extreme Programming (XP) adalah metodologi Agile yang berfokus pada kualitas kode melalui praktik seperti pair programming (dua orang bekerja pada satu kode secara bersamaan), test-driven development (pengujian dilakukan sebelum implementasi), dan continuous integration (pengujian serta penggabungan kode dilakukan terus-menerus). XP cocok untuk proyek yang membutuhkan kualitas perangkat lunak tinggi dengan iterasi yang cepat.  

E. Perbandingan model model pengembangan

Proses pengembangan perangkat lunak memerlukan pemahaman manajemen proyek serta keterampilan teknis. Memilih model pengembangan yang tepat sangat penting untuk memastikan keberhasilan proyek. Berikut ini adalah perbandingan beberapa model pengembangan perangkat lunak yang umum digunakan.

1. Model Waterfall (Air Terjun)

Model Waterfall menggunakan pendekatan berurutan, di mana setiap tahap harus diselesaikan sebelum melanjutkan ke tahap berikutnya.

Keuntungan

·       Memiliki struktur yang jelas dan terdokumentasi dengan baik.

·       Memungkinkan pengembangan sesuai rencana dengan jadwal dan anggaran tetap.

·       Cocok untuk proyek dengan persyaratan tetap dan tidak berubah.

Kekurangan

·       Tidak fleksibel, sulit untuk mengakomodasi perubahan setelah proses berjalan.

·       Pengujian dilakukan di tahap akhir, yang bisa menyebabkan banyak bug.

·       Tidak cocok untuk proyek besar dan kompleks.

2. Model Iteratif

Model ini berfokus pada pengembangan bertahap, dimulai dengan fitur dasar yang kemudian diperluas pada iterasi berikutnya.

Keuntungan

·       Fleksibel dan memungkinkan perubahan selama pengembangan.

·       Pengujian dapat dilakukan sejak awal, mengurangi risiko bug.

·       Cocok untuk proyek dengan potensi perubahan atau penggunaan teknologi baru.

Kekurangan

·       Risiko dan ketidakpastian lebih tinggi terkait hasil dan biaya akhir.

·       Membutuhkan analisis risiko yang kompeten untuk memastikan keberhasilan proyek.

3. Model Spiral

Model ini menggabungkan elemen dari Waterfall dan Iteratif, dengan fokus pada analisis risiko.

Keuntungan

·       Memungkinkan identifikasi dan mitigasi risiko sejak tahap awal.

·       Fleksibel dalam menghadapi perubahan selama pengembangan.

·       Cocok untuk proyek kompleks dan berisiko tinggi.

Kekurangan

·       Biaya dan durasi proyek sulit diprediksi.

·       Kompleksitas tinggi dalam perencanaan dan manajemen.

·       Tidak cocok untuk proyek kecil atau dengan tingkat risiko rendah.

4. Model Agile

Agile merupakan model yang fleksibel dan berorientasi pada pelanggan, dengan pengembangan dalam iterasi pendek.

Keuntungan

·       Siklus pengembangan cepat, memungkinkan pengumpulan umpan balik yang berkelanjutan.

·       Mempercepat waktu pemasaran produk.

·       Menghasilkan perangkat lunak berkualitas lebih tinggi dengan biaya lebih rendah.

Kekurangan

·       Tidak cocok untuk proyek besar dan kompleks.

·       Kurangnya dokumentasi dapat menyulitkan anggota tim baru.

·       Bergantung pada komunikasi yang intens dengan klien.

Pemilihan model pengembangan perangkat lunak harus mempertimbangkan skala proyek, fleksibilitas yang dibutuhkan, serta anggaran dan jadwal yang tersedia. Dengan memahami perbandingan ini, tim pengembang dapat memilih model yang paling sesuai untuk proyek mereka.

Kesimpulan

Siklus Hidup Pengembangan Perangkat Lunak (SDLC) adalah proses sistematis untuk pengembangan perangkat lunak yang mencakup berbagai tahap untuk memastikan perangkat lunak berkualitas tinggi yang memenuhi kebutuhan pengguna dan berfungsi secara optimal. SDLC membantu tim mengelola proyek secara efisien, mengurangi kesalahan, dan mematuhi standar kualitas.

Model Waterfall adalah pendekatan linier klasik yang terdiri dari lima hingga tujuh fase, yang masing-masing fase memiliki tugas tertentu. Fase-fase tersebut meliputi Analisis Persyaratan, Desain, Implementasi, Pengujian, dan Pemeliharaan. Keunggulan Model Waterfall meliputi kesederhanaannya, keandalannya, kesesuaiannya untuk proyek perangkat lunak besar, dan penjadwalan yang mudah. ​​Namun, model ini memerlukan persyaratan yang jelas, kurang fleksibel untuk perubahan, dan dapat menjadi tantangan untuk memperbaiki kesalahan awal.

Model Iteratif dan Spiral melibatkan pengembangan berkelanjutan dan manajemen risiko. Dalam Model Iteratif, implementasi sederhana dimulai dan berkembang secara bertahap. Model ini memungkinkan umpan balik pengguna yang cepat tetapi dapat menyebabkan pembengkakan anggaran dan manajemen yang rumit. Model Spiral menggabungkan elemen dari kedua model sebelumnya, dengan fokus pada pengelolaan risiko dan mencakup fase-fase seperti Koordinasi, Perencanaan, Analisis Risiko, Rekayasa, dan Evaluasi.

Metodologi Agile, seperti Scrum, Kanban, dan Extreme Programming, menekankan fleksibilitas, kolaborasi tim, dan iterasi yang cepat. Scrum mengatur pekerjaan menjadi sprint, Kanban memvisualisasikan alur kerja, dan Extreme Programming memprioritaskan kualitas kode. Membandingkan model-model ini membantu memilih model yang tepat berdasarkan skala proyek, fleksibilitas, anggaran, dan kebutuhan jangka waktu.

Komentar

Postingan Populer